Minggu, 09 September 2007

Membendung Shahwat Kok Minta Bantuan Negara

April, 24 2006 @ 01:09 pm
Membendung Shahwat Kok Minta Bantuan Negara!
Masalah moral masalah akhlak biar kami cari sendiriUrus saja moralmu urus saja akhlakmuPeraturan yang sehat yang kami mau (Iwan Fals)Ratu Hemas, istri Sri Sultan Hamengkubuwono X, raja sekaligus gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, menelpon juru bicara presiden Andi Malarangeng, pada pagi Sabtu 22 April 2006 dari Monas, Jakarta. “Saya membawa rombongan 150 seniman dari Yogyakarta. Saya tak mau seniman saya terluka atau lecet sedikit pun karena pemerintah dan polisi tak mampu mengendalikansekelompok masyarakat yang menggunakan kekerasan untuk memaksakan kehendaknya!”Telpon Ratu Hemas tadi mengkhawatirkan serangan dari FPI (Front Pembela Islam) yang akan mengganggu jalannya aksi damai Pawai Bhinneka Tunggal Ika dari Monas ke bundaran Hotel Indonesia.

Kekhawatiran itu beralasan karena banyak bukti polisi tak bisa bertindak maksimal saat terjadi aksi kekerasan FPI seperti terakhir terhadap kantor majalah Playboy.Tujuan pawai yang diikuti sekitar 7.000 orang itu adalah menegaskan penolakan terhadap segala bentuk pornografi, namun juga menolak Rancangan Undang Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi (RUU Porno). Mereka menolak RUU Porno harus ditentang? Karena RUU Porno tak mengakui "kebhinnekaan" masyarakat Indonesia, membunuh kebudayaan ratusan suku bangsa dengan memaksakan penyeragaman budaya dan tak memberikan perlindungan kepada kaum perempuan, bahkan menyudutkan perempuan dengan menempatkannya sebagai penyebab utama bejatnya moral bangsa.

Pawai Budaya Bhinneka Tunggal Ika mengingatkan kembali bahwa bangsa Indonesia memiliki keragaman budaya dari Aceh sampai Papua. Keragaman itu selain ditunjukkan dengan aneka kesenian daerah, juga diperagakan dengan aneka pakaian tradisional. Pakaian daerah dari yang semi tertutup dari Aceh, semi terbuka, sampai terbuka dari Papua. Semua itu dalah kekayaan budaya yang tiada taranya.

Soal pakaian ini menjadi penting karena salah satu tokoh MUI pendukung RUU Porno mengatakan, “Pakaian adat Indonesia yang mempertontonkan aurat sebaiknya disimpan saja di musium. Itu harus dianggap sebagai pornoaksi dan harus masuk dalam kategori porno yang diatur dalam RUU APP. Simpan saja di musium, jangan dilestarikan, karena tidak sesuai dengan martabat bangsa ini. Biar jadi sejarah.” (KCM, 13/3/06)

“Sungguh ini menghina saya sebagai lelaki. Masak soal mengatur shahwat harus minta bantuan negara?” tanya Butet Kartarejaja Raja Monolog yang memimpin rombongan seniman dari Yogyakarta. “Masak sampean yang ngaceng kok perempaun yang disalahin?” ujar Dadang Ismawan, Presiden Jaringan Kafir Liberal (Jakar). Peserta pawai lainnya, Marto Art dari Komunitas Bintang Sabit mengatakan, “Indonesia bukan Arab Saudi. Jangan samakan shahwat orang Indonesia dengan Arab Saudi. Karena itu harus ditentang penyeragaman budaya, apalagi penjajahan budaya Arab di Indonesia.” Coba bayangkan berapa TKW kita yang diperkosa di Arab Saudi meski mereka memakai baju tertutup. Bandingkan dengan para TKW di Hongkong yang tak memakai pakaian tertutup seperti di Arab Saudi. "Jadi bukan karena TKW kita yang kegenitan, tetapi memang shahwat para majikan mereka kelewatan!" tambah Marto.

Sungguh bangsa Indonesia sedang menghadapi ancaman besar yaitu Talibanisme. Ancaman itu sungguh berbahaya karena akan membawa bangsa ini kepada apa yang dimaksud zero culture. Sebuah masyarakat tanpa kebudayaan, sebab senua diseragamkan. Pakaian perempuan harus seragam agar para mullah tak ngaceng kalau sedang berjalan-jalan. Para lelaki harus memakai jenggot. Permainan layang-layang diharamkan entah apa penjelasan akal sehatnya, patung-patung bersejarah peninggalan zaman duku mungkin harus dimusnahkan termasuk patung Rara Jonggrang yang tak pakai beha.

Sekali lagi. Pecinta Indonesia yang berbhinneka harus melawan setiap usaha negara untuk menyeragamkan pikiran dan tingkah laku. Ancaman itu ada di depan mata yaitu RUU Porno. Kita tak ingin Indonesia terpuruk menjadi sebuah negara atau tatanan masyarakat seperti Taliban di Afghanistan atau di Arab Saudi.

By: Tri Agus Siswowiharjo Category: Society & Culture Parasindonesia.com

Tidak ada komentar: