September, 11 2005 @ 06:54 pm
Munir - Hendardi - Yeni
Setahun telah berlalu sejak Munir meninggal pada penerbangan Garuda rute Singapura-Amsterdam, 7 September 2004. Selama tiga hari meninggalnya tokoh pejuang hak asasi manusia itu diperingati. Dari demonstrasi di depan markas Badan Intelejen Negara (BIN) di Kalibata, malam renungan di Tugu Proklamasi, pemutaran film tentang Munir di Goethe Institut Jakarta, demonstrasi aktivis dan korban kekerasan negara di Semarang, sampai aksi damai sejuta tanda tangan di Ambon.
Beberapa stasiun televisi swasta juga membuat program khusus seputar meninggalnya Munir dan berbagai spekulasi siapa dalang pembunuhnya. Mengapa banyak orang kehilangan sosok Munir, seperti kita kehilangan Marsinah atau Udin? Tentu banyak alasan bisa menjelaskan mengapa kita kehilangan tokoh muda yang berani tampil melawan ketidakadilan.
Tentang Munir, sudah banyak diulas siapa dan bagaimana sepak terjang lelaki asal Batu, Malang di beberapa lembaga seperti YLBHI, KPP HAM Timor Timur, Kontras, maupun Imparsial. Melihat lembaga-lembaga tadi jelas dengan siapa Munir berhadapan. Lembaga-lembaga itu berhubungan dengan pembelaan dan pengungkapan pelanggaran HAM yang dilakukan TNI. Bukan lembaga yang ada hubungannya dengan penerbangan seperti KNKT (Komisi Nasional Keselamatan Transportasi, APG (Asosiasi Pilot Garuda) INACA (Asosiasi Penerbangan Nasional) dan sejenisnya.
Sengaja saya kaitkan antara lembaga yang bergerak di bidang HAM dan penerbangan karena Munir meninggal di atas pesawat dan yang menjadi terdakwa (utama) saat ini adalah pilot senior Garuda, Pollycarpus. Nama terakhir ini kini duduk di kursi panas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Minggu lalu, dalam kesaksiannya, Suciwati - istri Munir- mengatakan bahwa menurut Munir, Pollycarpus itu orang aneh dan sok akrab.
Saya jadi teringat Yeni Rosa Damayanti aktivis perempuan dan pernah aktif di Solidamor (Solidaritas Indonesia untuk Timor Timur) dan Hendardi (mantan Ketua PBHI dan pengacara Xanana Gusmao). Kedua aktivis ini juga sering dihubungi Pollycarpus dengan cara yang hampir sama dengan yang dilakukan terhadap Munir. Kepada Yeni misalnya selalu ditawarkan tiket Garuda gratis kemana pun Yeni mau, mengajak bertemu dengan komunitas Pollycarpus. Puncaknya pada saat kampanye pemilihan presiden putaran pertama, di mana Wiranto menjadi salah satu kandidat. Pollycarpus makin rajin menelpon Yeni dan Hendardi seputar apa yang akan dilakukan publik dengan pencalonan Wiranto.
Tim Pencari Fakta (TPF) Munir yang dibentuk Presiden telah merekomendasi bahwa ada keterlibatan aparat BIN dalam meninggalnya Munir. Namun pihak polisi dan jaksa tampaknya tak menggubris temuan TPF. Sehingga persidangan terhadap Pollycarpus diduga akan melenceng dari pasal pembunuhan ke pasal pemalsuan surat. Dengan demikian dalang dari pembunuhan ini akan makin sulit ditemukan. Sampai saat ini banyak orang percaya bahwa orang-orang BIN era Hendroprijono turut bertanggungjawab atas kematian Munir.
Namun bagi Yeni, yang perlu dicurigai adalah hubungan antara Pollycarpus dengan Wiranto. Yeni yakin, hanya masalah Timor Timur yang mempertemukan Munir-Hendardi dan Yeni. Dan Pollycarpus selalu menelpon menanyakan apa yang akan dilakukan aktivis terhadap capres Wiranto yang di kalangan aktivis tangan mantan Panglima TNI itu berlumuran darah rakyat Timor Leste. Wiranto sangat sadar bahwa dirinya ditolak oleh para aktivis baik di Indonesia, Timor Leste maupun internasional. Yeni dan Hendardi memang tak sempat dan tak mau bertemu Pollycarpus. Kita tak tahu apa yang akan terjadi jika Munir, Hendardi dan Yeni Rosa Damayanti terbang ke Amsterdam dengan pesawat Garuda GA 974.
By: Tri Agus Siswowiharjo Category: Politics Parasindonesia.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar