Kamis, 13 Maret 2008

SUPERSEMAR

Oleh BUDIARTO SHAMBAZY

Kompas Selasa, 11 Maret 2008 01:27 WIB

Saat membacakan pleidoi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, 19 September 1995, Tri Agus Siswowihardjo memelésétkan Supersemar jadi ”Sudah Persis Seperti Marcos”. Tri Agus diadili karena mengkritik Orde Baru. Ferdinand Marcos adalah Presiden Filipina yang kabur ke Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat (AS). Ia terlibat korupsi dan membunuh Senator Benigno Aquino, suami Presiden Ny Corry Aquino.

Selain pelésétan Supersemar, pleidoi Tri memopulerkan ”Su-dah Ha-rus To-bat”. Singkatan Sumbangan Dana Sosial Berhadiah (SDSB) ia sulap menjadi ”S Dalang Segala Bencana”.
Lalu, kata ”hakim” ia pelésétkan jadi ”Hubungi Aku Kalau Ingin Menang” dan ”jaksa” jadi ”Jika Anda Kesulitan Suaplah Aku”. Singkatan Kitab Undang- undang Hukum Pidana (KUHP) ia urai jadi ”Kasih Uang Habis Perkara”.

Anda ingat bagaimana nama seorang menteri Orde Baru (Orba) dipelésétkan jadi ”Hari- hari Omong Kosong”. Nama seorang presiden pun jadi ”Bicara Jago, Habis Bicara Bingung”.
Pelésétan bagian dari bahasa politik yang tumbuh subur jika rakyat tertekan. Ia beredar dari mulut ke mulut dan amat menyehatkan karena jadi pelampiasan frustrasi.

Ambil contoh Malaysia, yang baru saja pemilu yang sejak 1957 selalu dimenangi koalisi Barisan Nasional (BN). Partai dominan di BN adalah United Malay National Organisation (UMNO).
Pelésétan UMNO yang kini populer adalah ”U Must Not Object ” (Anda Tak Boleh Keberatan). Maklum, rakyat telah bosan menyaksikan tingkah laku para politisi UMNO. Sinisme itu tercermin juga dari pelésétan maskapai Malaysia Airline System (MAS), yang diubah jadi ”Mana Ada Sistem?”. Dulu Garuda Indonesia Airways (GIA) diledek ”Garuda Insya Allah” karena suka telat.

Sebagian kalangan menilai proyek mobil nasional Proton gagal karena memboroskan uang rakyat. Proton dipelésétkan jadi ”Possibly the Riskiest Option To drive On road Nowdays” (Pilihan yang Mungkin Paling Berbahaya untuk Dikendarai di Jalan Saat Ini).
Orba dulu punya proyek mercu suar Industri Pesawat Terbang Nasional (IPTN). Ada yang menyebutnya ”Industri Penerima Tamu Negara” karena pabriknya hanya jadi ”tujuan wisata” tamu asing yang berkunjung ke sini. Di Thailand pesawat IPTN dijuluki ”Gone with the Wind”, merujuk ke film Hollywood. Soalnya cat pesawat yang dikerjakan asal-asalan itu cepat terkelupas diterpa angin tiap kali mengangkasa. Berhubung IPTN bermarkas di Bandung, orang Priangan punya istilah sendiri. IPTN bagi mereka singkatan ”Ieu Pesawat Teu Ngapung-ngapung” (Pesawatnya Enggak Bisa Terbang).

Negara tetangga, Singapura, dikenal tempat yang tak murah. Pemerintah rajin membangun apartemen-apartemen yang dikelola House Development Board (HDB). Bagi sebagian rakyat, HDB singkatan ”Highly Dangerous Building” (Gedung Amat Berbahaya). Soalnya ngeri tinggal di lantai 30-an apartemen mereka. Rakyat negeri mini itu dimanjakan berbagai fasilitas umum kelas satu berbiaya mahal. Maka, Public Utilities Board (PUB) dipelésétkan jadi ”Pay Until Broke” (Bayar Terus sampai Bangkrut). Salah satu PUB yang ngetop adalah Electronic Road Pricing (ERP) yang diberlakukan di jalan-jalan protokol, seperti Orchard Road. Berhubung mahal, ERP diubah jadi ”Everyday Rob People” (Tiap Hari Merampok Rakyat). Partai yang selalu memenangi pemilu di sana People’s Action Party (PAP). Kalangan yang sinis menyebutnya Pay And Pay (Bayar Terus). Dan, Anda pasti tahu, Singapura menerapkan aturan denda yang kesohor ke berbagai penjuru dunia sehingga dilédék dengan ”Fine City”. Artinya bisa dua: kota yang teratur atau sedikit-sedikit main denda.

Kini ke AS. Serbuan pasukan ke Irak menewaskan ribuan serdadu, membuat sebagian rakyat kritis terhadap militer yang tak jera merekrut remaja dengan aneka iming-iming.
Maka, singkatan Navy (Angkatan Laut) dipelésétkan jadi ”Never Again Volunteer Yourself” (Kapok Jadi Relawan). Marine (Marinir) sama dengan ”Muscles Are Required Intelligence Not Essential” (Otot Dibutuhkan, Inteligensia Tidak). Singkatan Army (Angkatan Darat) jadi ”Aren’t Ready to be Marines Yet” (Belum Siap Jadi Marinir). Maklum, Marinir lebih bergengsi dibandingkan dengan Angkatan Darat. Setelah 9/11, pemerintah mendirikan Department of Homeland Security. Untuk memperketat keamanan bandara ada Federal Air Transportation Airport Security Service alias FATASS (Bokong Raksasa).

Bangsa ini pun gemar pemelésétan politik. Undang-Undang Dasar (UUD ’45) diubah ”Ujung-ujungnya Duit Empat Liem”, istilah bisnis Ali-Baba yang merujuk ke Liem Swie Liong.
Setelah mundur dari jabatan wapres, Bung Hatta mengubah ”Dwi Tunggal” jadi ”Dwi Tanggal”. Persis kayak gigi anak-anak yang suka ”tanggal” (copot). Bung Karno tak habis mengerti ada istilah Orba dan Orde Lama (Orla). Kepada pers, ia bilang cuma tahu ada ”Ordasi” (Orde Berdasi) dan ”Orplinplan” (Orde Plin-plan).

Hari ini pas 42 tahun Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret). Tahun 1975 saya berdarmawisata ke Dieng, Jawa Tengah, dan mampir ke Goa Semar. Saya shock, penjaga goa potongan tubuh dan wajahnya mirip Semar. Sejak saat itu saya percaya Supersemar singkatan ”Sudah Persis Seperti Semar”. Supersemar: Sulit Dipercaya, Seram, dan Top Markotop!