Minggu, 26 Oktober 2008

Iklan Politik

If there is a whale, there is a wave....

Menjelang pemilu 2009 iklan politik kian marak. Ada yang memperkenalkan partai, ada juga yang memperkenalkan tokoh partai, bahkan bukan siapa-siapa mengaku calon pemimpin bangsa. Layaknya iklan sabun cuci ada yang menyatakan pilihlah saya atau partai kami. Mereka jeli memanfaatkan moment tertentu seperti hari kebangkitan nasional, kemerdekaan sampai hari lebaran. Intinya, iklan politik tak lebih dari iklan produk sabun atau kosmetik. Jika iklan politik dikemas seperti iklan rokok, bisa jadi iklan politik akan jauh lebih inspiratif dan menggugah. Karena tak boleh menunjukkan produknya. Namun tunggu dulu. Di akhir iklan musti ada keterangan penting, peringatan pemerintah; terlalu percaya kepada partai politik dan politisi busuk bisa menyebabkan korupsi, kolusi dan nepotisme.

Fadjroel Rachman aktivis yang mencalonkan diri menjadi presiden lewat jalur independen suatu saat mendapat tawaran dari Rizal Malarangeng agar bisa kampanye bersama lewat media seperti televisi. Ibarat bus kota, sesama calon kaum muda dilarang saling mendahului. Sungguh ini tawaran yang menarik. Publik akan makin kenal muka-muka baru dan muda calon presiden 2009. Namun dari mana biaya besar bisa dikumpulkan Rizal? Fadjroel kemudian mendiskusikan dengan “tim sukses”. Ternyata hampir semua teman Fadjroel menolak tawaran itu. “Jangan mau dong. Nanti nama kamu bisa jadi Fadjroel Bakrie!...”

Untung Fadjroel tak jadi bergabung bersama membintangi iklan yang selalu berseru If there is a will. There is a way itu. Bukan saja mantan aktivis ITB tersebut tak mau menjadi Bakrie Boys, juga karena garis politik mereka berbeda. Dalam sebuah acara debat Fadjroel mengritik Rizal sang pembawa acara Save Our Nation di Metro TV. “Acara itu kalau masih tetap dibawakan Rizal lebih tepat diganti Sale Our Nation”. Kritikan tajam pengagum mantan Perdana Menteri Sjahrir tersebut tentu terkait peran Rizal dalam tim perunding rebutan blok Migas Cepu antara Pertamina dengan Exxon Mobil yang berakhir dengan “penyerahan” Blok Cepu ke Exxon.

Fadjroel sama seperti Barack Obama, juga memanfaatkan media internet. Dalam sebuah tulisan yang terpampang di Face Book, Fadjroel menulis begini. Kalau Yuddy (Chrisnandy) partainya besar, Celi (Rizal) duitnya besar. Fadjroel jiwa atau orangnya besar. Tentu saja yang dimaksud partai Golkar tempat Yuddy Chrisnandy bernaung, dan duit besar Rizal diduga karena kedekatan dengan orang terkaya di Indonesia, Aburizal Bakrie.

Dalam iklan politik Rizal yang disiarkan di berbagai televisi ia digambarkan sangat bangga pernah ke Ende, Banda Neira tempat para pendiri republik seperti Soekarno dan Hatta dibuang. Lagi-lagi Fadjroel, dengan enteng mengatakan, “Kalau Rizal cuma pernah mengunjungi tempat-tempat bersejarah itu. Saya pernah menghuni sel yang sama saat Bung Karno ditahan di penjara Sukamiskin”.

Sekali lagi untung Fadjroel tak jadi membuat iklan bareng Rizal. Kalau jadi, sekarang tentu ikut kecewa dan sedih karena dampak krisis keuangan global yang dimulai dari Amerika Serikat. Ibarat gempa memang episentrumnya di negeri Paman Sam tersebut. Tapi karena dahsyatnya gempa, seluruh dunia terkena imbasnya, tak kecuali Indonesia. Bakrie yang punya episentrum di Rasuna Said, beberapa saham perusahaannya terjun bebas. Pemerintah SBY-JK kembali (terpaksa atau dipaksa) menolong Bakrie untuk kedua kali. Pertama kasus lumpur Lapindo di Sidoarjo. Yang kedua ya apa lagi kalau bukan penyelamatan saham Bakrie lewat suspened beberapa hari yang dilagukan BEJ.

If There is a will, there is a way. Semua orang tahu jika ingin menjadi presiden bikinlah partai. Rizal mempunyai keinginan memimpin bangsa ini namun kurang membuka jalan alias ikut babat alas. Berbeda dengan Fadjroel yang berkeringat dan berdarah-darah memperjuangkan agar calon presiden independen bisa bertarung dalam pemilihan presiden. Bangsa ini juga patut berterima kasih kepada Fadjroel dan kawan-kawan yang sukses membuka jalan bagi calon bupati, walikota dan gubernur independen dalam pilkada. Kini tinggal kita tunggu Mahkamah Konstitusi memutuskan apakah calon presiden independen dibolehkan bertarung dalam pemilihan presiden minggu-minggu ini.

If there is a whale, there is a wave....Di mana ada ikan paus di situ ada gelombang. Dan gelombang itu kini menerpa Bakrie, mungkin juga Sutrisno Bachir. Dampaknya iklan politik akan berkurang. Tak sebanyak bulan-bulan lalu. Tiap hari kita dicekoki “hidup adalah perjuangan” sementara kita tahu SB tak cukup berjuang membuat iklan sehingga diprotes Suster Apung.

Hanya mereka yang uangnya tak berseri yang mampu membombardir publik dengan iklan politik. Salah satunya adalah Prabowo Subianto bersama Partai Gerindra. Para pengamat menilai iklan Prabowo cukup efektif dan mampu mendongkrak kepopuleran Prabowo. Pertanyaannya sampai kapan? Menurut Fadlizon, pengurus Gerindra, sampai dilarang KPU.

There is no Rizal on TV anymore. Tak ada lagi perjuangan SB di layar kaca. Yang tersisi hanya auman macan Prabowo. Belum lagi Prabowo akan segera mendapat iklan gratis jika Pansus Penghilangan Orang secara Paksa DPR berhasil memanggil mantan komandan Kopassus tersebut. Kita memang tinggal di republik sinetron. Jadi mereka yang seolah-olah dianiaya atau dizhalimi akan mendapat simpati dari publik.

Jakarta 24 Oktober 2008-10-24
Tri Agus S Siswowiharjo (politshirt@yahoo.com)