Rabu, 16 Juli 2008

Berharap dari Desa

Oleh Tri Agus S Siswowiharjo

Desa harus jadi kekuatan ekonomi
Agar warganya tak hijrah ke kota
Sepinya desa adalah modal utama
Untuk bekerja dan mengembangkan diri

(Desa, Album Manusia Setengah Dewa, 2004)

Salah satu buah dari reformasi di Indonesia adalah desentralisasi pemerintahan. Otonomi daerah di tingkat kabupaten / kota membuat kompetisi antar daerah memakmurkan warganya. Ada yang sukses, ada pula yang terpeleset menjadi ’raja kecil’ yang pada akhirnya melahirkan koruptor, seperti bupati di Kutai Kartanegara dan Temanggung. Sesungguhnya, salah satu kunci sukses suatu daerah adalah bagaimana memakmurkan warga masyarakat desa.

Dan yang menjadi kunci maju-mundurnya roda ’pemerintahan’ di suatu desa adalah Kepala Desa. Tak dimungkiri, Pak Kades, kini merupakan jabatan yang tak boleh dianggap enteng apalagi dipandang sebelah mata. Di tangan para Kades-lah para camat dan bupati berharap agar pembangunan berjalan lancar di desa-desa. Posisi Kades menjadi cukup strategis. Di beberapa desa di wilayah yang cukup kaya, pemilihan Kades bahkan tak kalah meriahnya dengan Pilkada bupati atau walikota.

Jika dibandingkan dengan era Orde Baru, di mana semua serba ditentukan dari atas, kini pemerintahan desa jauh lebih demokratis. Selain, sejak dulu, telah ada sistem pemilihan langsung yang demokratis, kini desa juga dilengkapi dengan perangkat legislatif semacam DPRD. Jika dahulu Kades menerima tanah bengkok sebagai gaji, kini ada Kades yang telah menerima gaji bulanan yang cukup lumayan, plus berbagai fasilitas misalnya kedaraan roda dua untuk kelancaran tugasnya.

Tugas utama Kades adalah melayani warga. Ia adalah pelayan masyarakat, bukan lagi ’ndoro’ yang minta dilayani. Karena itu Kades harus siap membantu warga dalam urusan KTP sampai perizinan ini dan itu. Kades juga harus menjadi jembatan bagi warga dengan pemerintah setempat. Semua kebijakan boleh jadi lebih efektif disampaiakn melalui Kades. Pendek kata, Kades bisa menjadi kaki tangan warga, sekaligus kepanjangan tangan pemerintah setempat.

Sebagai jabatan yang di bawahnya langsung berhadapan dengan warga, posisi Kades kadang menjadi bahan tarik-menarik secara politik. Mereka kadang berhimpun dalam Persatuan atau Paguyuban Kades dan mampu menggoyang bupati yang main uang.Di Yogyakarta para Kades berdemo mendesak agar keistimewaan DIY tetap terjaga, di Kabupaten Rembang para Kades diminta meningkatkan perolehan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), sementara di Temanggung para Kades mempunyai andil ’menitikkan’ Totok!

Kades menjelang dan dan saat Pilkada menjadi rebutan para kandidat yang bertarung.Hal itu sah-sah saja, sejauh tugas-tugas melayani warga tetap berjalan lancar, dan tak menggunakan jabatannya untuk mempengaruhi warga memilih salah satu kandidat, apalagi dengan paksaan atau politik uang.

Zaman telah berubah. Para Kades kini menjadi motor penggerak pembangunan desa. Pembangunan dari bawah ke atas mensyaratkan pemimpin desa yang inovatif dan kerja keras. Dan kita sebagai warga patut memberi penghargaan bagi mereka. Kita tentu sependapat dengan Iwan Fals. Bahwa Desa adalah kenyataan/ Kota adalah pertumbuhan /Desa dan kota tak terpisahkan/ Tapi desa harus diutamakan.

Dimuat di buletin komunitas temanggung: Stanplat edisi Januari 2008

Tidak ada komentar: