Rabu, 16 Juli 2008

Peduli Lingkungan Sebagian dari Iman

Resensi buku oleh Tri Agus S. Siswoiharjo

Judul : Fikih Lingkungan
Paduan Spiritual Hidup Berwawasan Lingkungan
Penulis : Prof. Dr. Mujiyono Abdillah, M.A.
Cetakan : I, Mei 2005
Penerbit : UPP AMP YKPN, Yogyakarta
Tebal : x + 124 halaman

Desember 2007 ini Indonesia menjadi tuan rumah pertemuan internasional membicarakan isu perubahan iklim dunia di Bali. Perhelatan yang dihadiri 50 negara ini membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berkantor di pulau Dewata selama konperensi berlangsung. Ini membuktikan Indonesia sangat serius menangani masalah lingkungan. Namun, benarkah masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam telah berwawasan lingkungan?

Buku karya wong Temanggung ini mungkin bisa sedikit membuka wawasan alternatif kita tentang pelestarian lingkungan dengan pendekatan spiritual Islam. Pendekatan alternatif ini melengkapi pendekatan yang selama ini telah ada yakni pendekatan ilmiah, pendekatan politis, pendekatan sosial, pendekatan budaya, sampai pendekatan teknologi. Karena masyarakat beragama cenderung primordial sehingga pemimpin agama – kyai, da’i atau muballigh - selalu ditaati fatwanya dan diikuti perilakunya untuk pengembangan kesadaran lingkungan.

Islam memberikan panduan yang cukup jelas bahwa sumber daya alam dan lingkungan merupakan daya dukung lingkungan bagi manusia. Sebab fakta spiritual menunjukkan bahwa Allah swt. Telah memberikan fasilitas daya dukung lingkungan bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu, secara yuridis fiqhiyah berpeluang dinyatakan bahwa dalam perspektif hukum Islam status hukum pelestarian alam hukumnya adalah wajib. Hal ini didasarkan pada dua pendekatan yakni ekologis dan spiritual fiqhiyah Islamiyah. (hal 12). Dalam Al Quran banyak ditemui ayat yang secara eksplisit mengenai pelestarian lingkungan. Tugas para pemuka Islam adalah selalu mengatakan kepada umat bahwa pelestarian lingkungan adalah sebagian dari iman.

Menurut Mujiyono fikih lingkungan merupakan seperangkat aturan tentang perilaku ekologis masyarakat muslim yang ditetapkan oleh yang berkompeten berdasarkan teks syar’i dengan tujuan untuk mencapai kemashalahatan bersama dan melestarikan lingkungan. Misi fikih lingkungan adalah menjadi perekayasa sosial masyarakat Islam yang memiliki kearifan lingkungan memadai, ecological Islamic law as ecological wisdom of muslim society engineering, sekaligus menjadi pengawas kesadaran ekologis masyarakat Islam, ecological Islamic law as ecological conciousness of muslim society control. (hal 59)

Fikih lingkungan masih memerlukan bukti kehandalannya dalam praktek hidup masyarakat kita sehari-hari. Pemerintah yang mengaku telah serius menangani masalah lingkungan namun tiap tahun kita masih menghadapi problem yang sama di bidang lingkungan. Pembalakan dan pembakaran hutan yang asapnya mencemari negara-negara tetangga, banjir dan longsor tiap musim hujan, kekeringan dan kebakaran saat kemarau, serta udara yang makin kotor dan panas. Mampukah fikih lingkungan menghambat semua kerusakan lingkungan di tanah air yang kian parah?

Tampaknya jawabannya setali tiga uang dengan pertanyaan mampukah spriritual Islam memberantas korupsi. Banyaknya masjid dan pesantren berdiri, partai Islam tumbuh bak jamur di musim hujan, makin banyak perempuan menggunakan jilbab, kelompok radikal Islam makin marak di mana-mana, perda-perda syariat mengepung dari desa ke kota, semua itu tak mampu mengubah perilaku orang Indonesia yang mayoritas Islam tetap korup dan menjadi negara paling korup papan atas di dunia.

dimuat di media komunitas: Stanplat

Tidak ada komentar: